Minggu, 11 Desember 2011

Enzim Sifat-Sifat Umum


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Enzim merupakan polimer biologik yang mengatalisis lebih dari satu proses dinamik yang memungkinkan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang. Sebagai determinan yang menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik, enzim memainkan peranan sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Pemecahan makanan untuk memasok energi serta unsur-unsur kimia pembangunan tubuh (building blocks); perakitan building blocks tersebut menjadi protein, membran sel, serta DNA yang mengkodekan informasi genetik; dan akhirnya penggunaan energi untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini dimungkinkan dengan adanya kerja enzim-enzim yang terkoordinasi secara cermat. Sementara dalam keadaan sehat semua proses fisiologis akan berlangsung dalam cara yang tersusun rapi serta teratur dan homeostatis tetap dipertahankan, homeostatis dapat mengalami gangguan berat pada keadaan patologis. Sebagai contoh, cedera jaringan hebat yang mencirikan penyakit sirosis hepatis dapat menimbulkan gangguan berat pada kemampuan sel membentuk enzim-enzim yang mengatalisis berbagai proses metabolisme penting seperti sintesis ureum. Ketidakmampuan mengubah ammonia yang toksik menjadi ureum yang nontoksik sebagai akibat dari penyakit tersebut akan diikuti dengan intoksikasi ammonia, dan akhirnya koma hepatikum. Suatu spektrum penyakit genetik langka tetapi yang sering sangat menurunkan keadaan umum penderitanya dan kerap fatal, memberi contoh-contoh tambahan dramatis tentang konsekuensi fisiologis drastis yang dapat menyertai gangguan terhadap aktivitas bahkan hanya satu enzim.
Menyusul suatu cedera jaringan berat (misal, infark jantung atau paru, cedera remuk pada anggota gerak) atau pertumbuhan sel yang tidak terkendali (misal, karsinoma prostat), enzim yang mungkin khas bagi jaringan tertentu akan dilepas ke dalam darah. Dengan demikian, pengukuran terhadap enzim intrasel ini didalam serum dapat memberikan informasi diagnostik dan prognostic yang tidak ternilai bagi dokter.



1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1)            Klasifikasi Enzim berdasarkan tipe dan mekanism reaksi.
2)            Enzim memerlukan koenzim.
3)            Enzim murni berfungsi sangat penting bagi pemahaman struktur, fungsi, mekanisme reaksi, dan pengaturan enzim.
4)            Enzim dapat ditemukan di dalam organel spesifik

1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusam masalah maka makala ini bertujuan sebagai berikut:
1)            Mengetahui Klasifikasi Enzim berdasarkan tipe dan mekanism reaksi.
2)            Mengetahui bahwa Enzim memerlukan koenzim.
3)            Mengetahui Enzim murni berfungsi sangat penting bagi pemahaman struktur, fungsi, mekanisme reaksi, dan pengaturan enzim.
4)            Mengetahui Enzim dapat ditemukan di dalam organel spesifik

 






BAB II
PEMBAHASAN

2.1    ENZIM DIKLASIFIKASIKAN BERDASARKAN TIPE DAN MEKANISME REAKSI

Satu abad lalu, baru ada beberapa enzim yang dikenal dan kebanyakan di antaranya mengatalisis reaksi hidrolisis ikatan kovalen. Semua enzim ini diidentifikasi dengan penambahan akhiran –ase pada nama substansi atau substrat yang dihidrolisisnya. Jadi, lipase menghidrolisis lemak (Yunani lipos), amilase menghidrolisis pati (Yunani amylon), dan protease menghidrolisis protein. Meskipun banyak sisa peristilahan ini masih tetap bertahan sampai sekarang, pemakaiannya sudah terbukti tidak memadai ketika ditemukan berbagai enzim yang mengatalisis reaksi yang berbeda terhadap substrat yang sama, misal, oksidasi atau reduksi terhadap fungsi alcohol suatu gula. Sementara akhiran -ase tetap digunakan, nama enzim yang ada sekarang ini lebih menekankan pada tipe reaksi yang dikatalisisnya. Sebagai contoh, enzim dehidrogenase mengatalisis pengeluaran hidrogen, sementara enzim transferase mengatalisis reaksi pemindahan gugus. Dengan semakin banyaknya enzim yang ditemukan, ketidakjelasan juga semakin tak terelakkan, dan kerap kali tidak jelas enzim mana yang tengah dibicarakan oleh seorang penyelidik. Untuk mngatasi permasalahan ini, International Union of Biochemistry (IUB) telah mengadopsi sebuah sistem yang kompleks tetapi tidak meragukan bagi peristilahan enzim yang didasarkan pada mekanisme reaksi. Meskipun kejelasan dan pengurangan keraguan tersebut membuat sistem nomenklatur IUB dipakai untuk ujian riset, nama yang lebih pendek tetapi kurang begitu jelas tetap digunakan dalam buku ajar dan laboratorium klinik. Karena alasan tersebut, sistem IUB hanya disampaikan secara sepintas.
1)      Reksi dan enzim yang mengatalisis reaksi tersebut membentuk enem kelas, masing-masing mempunyai 4-13 subkelas.
2)      Nama enzim terdiri atas 2 bagian. Nama pertama menunjukkan substrat. Nama kedua, yang berakhir dengan akhiran –ase, menyatakan tipe reaksi yang dikatalisis.
3)      Informasi tambahan, bila diperlukan untuk menjelaskan reaksi, dapat dituliskan dalam tanda kurung pada bagian akhir; misal, enzim yang mengatalisis reaksi L-malat + NAD+ ® piruvat + CO2 + NADH + H + diberi nama 1.1.1.37 L-malat: NAD+ oksidoreduktase (dekarboksilasi).
4)      Setiap enzim mempunyai nomor kode (EC) yang mencirikan tipe reaksi ke dalam kelas (digit pertama), subkelas (digit kedua), dan subsubkelas (digit ketiga). Digit keempat adalah untuk enzim spesifik. Jadi, EC 2.7.1.1 menyatakan kelas 2 (transferase), subkelas 7 (transfer fosfat), subsubkelas 1 (alcohol merupakan aseptor fosfat). Digit terakhir menyatakan heksokinase atau ATP: D-heksosa 6-fosfotrasferase, sebuah enzim yang mengatalisis pemindahan fosfat dari ATP ke gugus hidroksil pada atom karbon keenam molekul glukosa.

2.2    ENZIM MEMERLUKAN KOENZIM
Banyak enzim yang megatalisis proses pemindahan gugus dan reaksi lain memerlukan, di samping substratnya, sebuah molekul organik sekunder yang dikenal sebagai koenzim karena tanpa koenzim, enzim tersebut tidak aktif. Koenzim akan memperbesar kemampuan katalitik sebuah enzim sehingga menjadi jauh melebihi kemampuan yang ditawarkan hanya oleh gugus fungsional asam aminonya, yang menyusun massa enzim tersebut. Koenzim yang berikatan secara erat dengan enzim lewat ikatan kovalen atau gaya nonkovalen kerap kali disebut sebagai gugus prostetik.. Koenzim yang mampu berdifusi secara bebas umumnya berfungsi sebagai unsur pembawa (yang didaur ulang secara kontinu) hydrogen (FADH), hidrida (NADH dan NADPH), atau unit-unit kimia seperti gugus asil (koenzim A) atau gugus metil (folat), membawanya bolak-balik antara tempat pembentukannya dan pemakaiannya. Oleh karena itu, koenzim yang disebut belakangan ini dapat dianggap sebagai substrat sekunder.
Jenis-jenis enzim yang membutuhkan koenzim adalah enzim yang mengatalisis reaksi oksidoreduksi, pemindahan gugus serta isomerisasi, dan reaksi yang membentuk ikatan kovalen (kelas IUB 1,2,5, dan 6). Reaksi lisis, termasuk reaksi hidrolisis yang dikatalisis oleh enzim-enzim pencernaan, tidak memerlukan koenzim.

2.2.1 Koenzim Dapat dianggap Sebagai Subtrat Sekunder
Untuk dua laasan penting, akan sering kali membantu untuk menganggap koenzim sebagai substrat sekunder. Alasan pertama, perubahan kimia di dalam koenzim terjadi tepat mengimbangi perubahan kimia yang berlangsung di dalam substrat. Sebagai contoh, dalam reaksi oksideruduksi, jika satu molekul substrat dioksidasi, satu molekul koenzim akan direduksi.
Aalsan kedua untuk memberi koenzim penghargaan yang sama adalah bahwa aspek reaksi ini mungkin mempunyai makna fisiologik mendasar yang lebih besar. Sebagai contoh, peran penting kmampuan otot yang bekerja secara anaerob untuk mengubah piruvat menjadi laktat tidak terletak pada piruvat ataupun laktat. Reaksi tersebut semata-mata bertujuan mengoksidasi koenzin NADH yang tereduksi menjadi NAD+. Tanpa NAD+ glikolisis tidak dapat berlanjut dan sintesis ATP Anaerob (dan dengan demikian, aktivitas kerjannya) akan terhenti. Di bawah keadaan anaerob, reduksi piruvat menjadi laktat menghasilkan oksidasi ulang NADH dan memunkinkan sintesis ATP. Reaksi lain dapat melakukan funsi ini sama baiknya. Sebagai contoh pada bakteri atau ragi yang tumbuh secara anaerob, metabolit yang berasal dari piruvat bertindak secara oksidan bagi NADH dan mereka sendiri berada dalam keadaan tereduksi.

      OH                                                                           O


 


      CH               O                                                         C                     O
                                   
H3C       C                                           H3C            C      


           I-Laktat                                                                       Piruvat




                            NAD+                         NADH + H+              
Gambar : NAD+  bekerja sebagai kosubstrat dalam reaksi laktat hidrogenase.
Tabel . Mekanisme bagi regenerasi Anaerob NAD+

Oksidan
Produk Tereduksi
Bentuk Kehidupan
Piruvat
Asetaldehid
Dihidroksiasoton fosfat
Fruktosa

Laktat
Etanol
a-Gliserofosfat
Matinol
Otot, bakteri laktat, ragi (yeast) Eschrichia coli bakteri heterolaktat

2.2.2 Fungsi Koenzim sebagai Reagensia Pemindah Gugus

 Tipe reaksi biokimia pemindahan gugus

D – G + A                   A – G + D
Yang memindahkan gugus molekul fungsional (G) dari molekul donor (D-G) kepada sebuah molekul aseptor akhir (misal, reaksi dahidrogenasi) atau sebagai pembawa gugus intermediet (misal, reksi transaminasi). Diagram berikut melukiskan konsep yang disebut terakhir ini.
D –  H                                     KoE                            A – H


                              D                           KoE - H                            A
Meskipun diagram ini mengesankan pembentukan hanya satu kompleks KoE-G tunggal saat berlangsungnya seluruh reaksi, sebenarnya ada berbagai kompleks intermediet KoE-G yang dapat terlibat dalam suatu reaksi tertentu (misal, transaminasi).
Jika gugus yang dipindahkan merupakan hydrogen, adalah biasa untuk menggambarkan hanya “separuh reaksi” di sebelah kiri:

D –  H                                     KoE                     


                     D                           KoE - H                           

Bahwa hal ini sebenarnya merepresentasikan hanya suatu kasus khusus dari pemindahan gugus yang biasa dapat paling mudah dipahami dalam pengertian reksi yang berlangsung di dalam sel utuh.

2.2.3 Koenzim Dapat Diklasifikasikan Menurut Gugus yang Pemindahannya Dipermudah oleh Koenzim tersebut
Berdasarkan konsep di atas, kita dapat mengklasifikasikan koenzim sebagai berikut:
Untuk pemindahan gugus bukan hydrogen:
Gula fosfat
KoA-SH
Tiamin pirofosfat
Piridoksal fosfat
Koenzim folat
Biotin
Koenzim kobamida (B12)
Asam lipoat
Untuk pemindahan hidrogen:
NAD+, NADP+
FMN, FAD
Asam lipoat
Koenzim Q

2.2.4 Banyak Koenzim Merupakan Derivat Vitamin B dan Derivat Adenosin Monofosfat

Vitamin B membentuk bagian dalam struktur banyak koenzim. Vitamin B nikotinamida, tiamin, riboflafin dan asam pantotenat merupakan unsur esensial yang membentuk koenzim bagi oksidasi serta reduksi biologik, dan koenzim kobamida serta asam folat berfungsi dalam metabolisme satu karbon. Banyak koenzim mengandung adenin, ribose, serta fosfat, dan merupakan darivat adenosin monofosfat (AMP). Contoh-contohnya mencakup NAD+ dan NADP+.



2.3    ENZIM MENGATALISIS REAKSI SPESIFIK ATAU REAKSI TIPE

Kesanggupan enzim mengatalisis satu reaksi spesifik dan pada hakikatnya tidak mengatalisis reaksi yang lain mungkin merupakan sifat enzim yang paling signifikan. Laju proses metabolisme karenanya dapat diatur oleh perubahan dalam efisiensi katalitik enzim spesifik. Banyak enzim mengatalisis jenis reaksi yang sama (pemindahan fosfat, reduksi-oksidasi, dl) dengan hanya sejumlah kecil substrat yang secara structural berhubungan, kendati sering pada kecepatan reaksi yang secara bermakna lebih rendah. Berbagai reaksi dengan substrat alternatif ini cenderung terjadi kalau substrat terdapat dalam konsentrasi yang tinggi. Meskipun kadar sedemikian jarang ditemukan di dalam sel hidup, kadar ini dapat diciptakan di laboratorium. Disini, substrat alami dan sintetik alternatif digunakan untuk memfasilitasi pendeteksian enzim dan penelitian mengenai mekanisme katalitiknya.


 







Gambar : Pelekatan tiga titik sebuah substrat ke tapak – aktif enzim yang berbentuk planar

2.3.1 Enzim Memperlihatkan Spesifisitas Optis

Kecuali enzim epimerase (rasemase) yang mengatalisis interkonversi isomer optis, umumnya semua enzim akan memperlihatkan spesifisitas optis absolut untuk paling tidak suatu porsi molekul substrat. Dengan demikian, enzim dari lintasan glikolisis dan oksidasi langsung akan mengatalisis interkonversi gulafosfat-D tetapi tidak gulafosfat-L. Dengan beberapa pengecualian (misal, enzim D-asam amino oksidase pada ginjal), kebanyakan enzim mamalia bekerja pada isomer-L asam amino.
Spesifisitas optis dapat meluas hingga satu porsi tertentu atau hingga keseluruhan melekul substrat tersebut. Enzim glikosidase menggambarkan kedua ujung ekstrem. Enzim ini mengatalisis hidrilisis ikatan glikosida antara gula dan alcohol, bersifat sangat spesifik untuk bagian gula serta untuk ikatan (a atau b), tetapi relatif nonspesifik untuk aglikon (porsi alcohol).

2.3.2 Enzim Bersifat Spesifik bagi Tipe Reaksi yang Dikatalisisnya

 Enzim untuk proses lisis (enzim lisis) bekerja pada kelompok kimia khusus, misal, enzim glikosidase pada glikosida, pepsin serta tripsin pada ikatan peptida, dan esterase pada senyawa-senyawa ester. Berbagai substrat peptida yang berbeda dapat diserang oleh hanya satu enzim sehingga mengurangi jumlah enzim pencernaan yang seharusnya diperlukan. Enzim protease dapat pula mengatalisis proses hidrolisis senyawa ester. Penggunaan ester sebagai substrat untuk sintesis telah mempermudah penelitian terhadap mekanisme kerja enzim protease.
Enzim-enzim lisis tertentu memperlihatkan spesifisitas yang lebih tinggi. Enzim kimotripsin menghidrolisis ikatan peptida; pada reaksi ini, gugus karboksil berasal dari asam amino aromatik fenilalanin, tirosin, atau triptofan. Enzim karboksipeptidase dan aminopeptidase melepas asam-asam amino satu persatu, masing-masing secara berturutan, dari ujung terminal karboksil atau terminal amino rantai polipeptida.
Meskipun beberapa enzim oksidoreduktase memanfaatkan NAD+ dan NADP+ sebagai akseptor elektronnya, kebanyakan hanya menggunakan salah satu di antaranya. Secara umum, enzim oksidoreduktase yang berfungsi dalam proses biosintesis sistem-sistem mamalia (misal, sintesis asam lemak atau sterol) menggunakan NADPH sebagai reduktan sementara enzim yang berfungsi dalam proses penguraian (misal, glikolisis, oksidasi asam lemak) menggunakan NAD+ sebagai oksidan.

2.4    AKTIVITAS KATALITIS YANG DIMILIKI ENZIM MEMFASILITASI PENDETEKSIAN ENZIM TERSEBUT
 Jumlah enzim yang kecil di dalam sel mempersulit pengukuran kadarnya di dalam ekstrak jaringan atau cairan. Untungnya, aktivitas katalitis yang dimiliki enzim dapat menjadi sarana pemeriksaan yang sensitive dan spesifik bagi pengukuran kadar enzim itu sendiri. Kemampuan mengatalitis transformasi ribuan, puluhan ribu, atau bahkan lebih molekul substat menjadi produk dalam periode waktu yang singkat memberikan kepada setiap molekul enzim kemampuan untuk secara kimiawi menguatkan keberadaannya.
Untuk mengukur kadar enzim di dalam sebuah sampel ekstrak jaringan atau cairan biologik lain, kecepatan reaksi yang dikatalitis oleh enzim dalam sampel tersebut harus ditentukan. Dalam kondisi yang tepat, hasil pengukuran kecepatan reaksi harus sebanding dengan jumlah enzim yang ada. Karena jumlah molekul atau massa enzim yang ada sukar ditentukan, hasil pengukuran tersebut dinyatakan dalam unit enzim.. Jumlah relatif enzim dalam berbagai ekstrak kemudian dapat dibandingkan. International Union of Biocemistry mengartikan satu unit aktivitas enzim sebagai 1 mikromol (1 mmol; 10-6) substrat yang bereaksi atau produk yang ditransformasikan per menit.

2.4.1 Kadar Dehidrogenase Tergantung-NAD+ Diukur pada 340 nm
Dalam reaksi yang melibatkan NAD+ atau NADP+ (enzim-enzim dehidrogenase), sifat NADH atau NADPH (tetapi bukan NAD+ atau NADP+ ) yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 340 nm (Gambar 8-4) membawa manfaat. Oksidasi NADH menjadi NAD+ terjadi disertai dengan penurunan densitas optik (OD, optical density) pada 340 nm, yang proporsional dengan jumlah NADH yang dioksidasi. Demikian pula, kalau NAD+ direduksi, OD pada 340 nm akan meningkat sebanding dengan jumlah NADH yang terbentuk. Perubaahan OD pada 340 nm ini dapat dimanfaatkan bagi pemeriksaan analisis kuantitatif setiap enzim dehidrogenase yang bergantung NAD+ atau NADP+ sebagai berikut. Bagi enzim dehidrogenase yang mengatalitis oksidasi NADH oleh substratnya yang teroksidasi, kecepatan penurunan OD pada 340 nm akan berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Oleh karena itu, hasil pengukuran kecepatan oenurunan OD pada 340 nm memungkinkan kita menyimpulkan kuantitas enzim, yang dinyatakan dengan unit aktivvitas, yang terdapat di dalam sampel biologik tertentu seperti serum atau ekstrak jaringan





.










                                                                   NADH
                                      

                                                                          
NAD+
                                                  



Gambar : Spektrum Absopsi NAD+ dan NADH. Densitas yang tampak di sini adalah untuk 44 Mg/L, larutan di dalam sebuah sel dengan lintasan cahaya 1 cm NADP+ mempunyai spectrum yangmasing-masing analog dengan spectrum NAD+ dan NADH.

2.4.2 Kadar Banyak Enzim Dapat Diukur dengan Merangkaikannya pada Enzim Dehidrogenase
Pada contoh diatas, laju pembentukan produk (NADH) diukur untuk menentukan aktivitas enzim. Enzim selain dehidrogenase diukur kadarnya lewat pengukuran kecepatan kemunculan produk (atau, yang lebih jarang dilakukan, lewat pengukuran kecepatan hilangnya substrat). Sifat-sifat fisiokimiawi produk atau substrat akan menentukan metode spesifik yang dipilih untuk mengukur kadar enzim. Cara yang sering dan mudah dilakukan adalah “merangkaikan” (coupling) produk reaksi dengan sebuah enzim dehidrogenase, dengan produk srbagai substrat.




2.5    ENZIM MURNI BERFUNGSI SANGAT PENTING BAGI PEMAHAMAN STRUKTUR, FUNGSI, MEKANISME REAKSI, DAN PENGATURAN ENZIM.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pemurnian enzim adalah mengisolasi enzim spesifikasi dan ekstra sel “Mentah” (crude) yang mengandung banyak komponen lain. Molekul-molekul kecil dapat disingkirkan lewat dialysis atau filtrasi gel, asam nukleat melalui pngendapan dengan antibiotik streptomisin, dan seterusnya. Permaslahannya adalah memisahkan enzim yang kita kehendaki dari ratusan protein yang mempunyai stuktur kimia dan fisika yang seupa.
Perjalanan suatu pemurnian tipikal dan enzim hati dengan pemulihan yang baik serta pemurnian keseluruhan yang besarnya mencapai 490 kali lipat.

Glukosa
HEKSOKINASE
 
                                                            ATP, Mg 2+

                                                            ADP, Mg2+
Glukosa-6-Fosfat
GLUKOSA-6-FOSFAT
DEHIDROGENAE
 
                        NADP+

NADP
 
                                        + H+
6-Fosfoglukonolakton


Enzim Diperoleh dari Sumber-Sumber Alami atau dari Sel Tempat Enzim Tersebut Siekspresikan oleh Gen yang diKlon.
Dulu, riset awal terhadap enzim terbatas pada protein yang dapat dimurnikan dari sel-sel binatang, tanaman, atau bakteri tempat enzim tersebut terdapat secara alami. Sekarang, teknologi DNA rekombinan  telah memungkinkan ilmuwan memprouksi protein di dalam sel tempat protein tersebut normalnya tidak ditemukan. Sel-sel hospes tipikal adalah bakteri dan ragi yang secara kuantitas mudah tumbuh. Kemmapuan mengekspresikan protein rekombinan pada tingkat yang relatif tinggi menjadikan para ilmuwan mempu mengisolasi enzim yang sulit dimurnikan karena konsentrasi rendahnya di dalam sel tempat mereka ditemukan secara alami. Lebih lanjut, melalui perubahan DNA yang mengkodekan protein melalui mutagenesis berorientasi –tapak (site-directed mutagenesis), para Ilmuwan dapat menambah, menghilangkan, atau mengubah asam-asam amino spesifik dalam enzim rekombinan untuk untuk memfasilitasi penentuan peran fungsional dan strukturalnya. Perubahan dapat pula dilakukan untuk membuat protein lebih mudah dimurnikan. Bagaimanapun, pmurnian enzim dan sumbernya yang alami tetap merupakan hal yang penting, khususnya guna mengidentifikasi sifat serta peran modifikasi posstranslasi yang yang berfungsi mengatur lokasi enzim serta efisiensi katalik.

Pemurnian Dilakukan menggunakan Kromatografi pada pertukaran Ion atau pada Penyangga Penyisih Ukuran.
Porosdur pemurnian klasik yang bermanfaat adalah pengendapan dengan berbagai konsentrasi garam (umumnya garam ammonium atau natrium sulfat) atau pelarut (aseton atau etanol), pemanasan diferensial atau denaturasi PH Diferensil, sentifugasi diferensial, filtrasi gel, dan elektroferosis. Adsopsi selektif dan elusi protein dari zat penukar anio selulosa, yaitu deitilaminoetil (DEAE) selulosa dan zat penukar anion selulosa, yaitu karboksimetil selulosa (CMC, carbokxymethylcellulose) juga telah memberikan hasil yang sangat baik bagi pemurnian protein secara cepat dalam jumlah besar.
Sebagi contoh,PH ekstrak ekuesosa jaringan hati diatur hingga 7, 5 yang pada PH ini, sebagian besar protein akan memiliki muatan netto negatif. Campuran protein dapat larut ini kemudian dialirkn lewat kolom selulosa DEAE pada PH 7.5 bemuatan negatif akan terikat ke DEAE lewat interkasi muatan yang berlawanan, sementara protein yang tidak bermuatan atau yang mempunyai muatan positif mengalir langsung lewat kolom tersebut. Kemudian, kolom selulosa DEAE ini dielusikan menggunakan gradien NaCl, yang memiliki kisaran dari konsntrasi rendah hingga tinggi, dan dilarutkan dalam pendapan denganPH 7,5. karena Cl- bersaing dengan protein untuk berikatan ke penyangga yang bermuatan positif, protein untuk elusikan secara selektif; protein yang memiliki ikatan paling lemah diikat paling awal, dan protein yang memiliki ikatan paling kuat diikat palinh akhir. Pemisahan protein analog dolakukan mengyunakn penyangga bermuatan negatif seperti karboksimetilselulosa atau fosfoselulosa pada PH yang sedikit lebih rendah untuk memastikan bahwa protein bermuatan lebih positif.
Pemisahan protein dapat pula dilakukan pada baha berpori yang dikenal sebagai “ayakan molecular”.. Kalau campuran protein dialirkan lewat kolom yang mengandung ayakan molecular, protein yang berukuran kecil akan tersebar baik di dalam ruang antar partikel maupun di dalam ruang internal atau pori-pori penyangga. Ketika campuran protein dengan ukuran yang berbeda-beda mengalir lewat kolom, mobilitas protein yang berukuran kecil akan terhambat, relatif terhadap protein yang ukurannya terlalu besar untuk masuk ke dalam pori- poi ini. Dengan demikian,protein berukuran besar akan muncul dari dalam kolom sebelum protein yang berukuran kecil.
Tabel : Rangkuman skema pemurnian enzim tipikal
Fraksi Enzim
Aktivitas Total (mU)1
Protein Total (mg)
Aktivitas Spesifik (mU/mg)
Pemulihan Keseluruhan
Homogenat hati mentah
Cairan supernatan, pemusingan 100.000 x g
Endapan [NH4]2SO4 40 – 50 %
Endapan aseton 20 – 35 %
Fraksi kolom DEAE 80 – 110
Endapan [NH4]2SO4 43 – 48 %
Kristal pertama
Rekritalisasi
100.000
98.000
90.000
60.000
58.000
52.000
50.000
49.000
10.000
8.000
1.500
250
29
20
12
10
10
12, 2
60
240
2.000
2.600
4.160
4.900
(100)
98
90
60
58
52
50
49


Penyangga Kromatografi Afinitas Mampu Mengenali Regio Enzim Spesifik
Ciri yang menonjol pada kromatografi afinitas adalah kemampuannya untuk secara selektif mengeluarkan satu protein tertentu, atau yang paling sering, sejumlah kecil protein tertentu, dari campuran protein yang kompleks. Teknik ini menggunakan suatu ligand tak bergerak yang mengadakan interaksi spesifik dengan enzim yang ingin dimurnikan. Kalau campuran protein tersebut dipanjankan pada ligand tersebut. Protein yang tidak di kehendaki  akan mengalir lewat kolom dan dibuang. Protein yang di kehendaki kemudian akan dielusikan dari ligan yang tak bergerak memakai cairan elusi yang umumnya berupa larutan garam  atau ligand berbentuk larut dengan konsentrasi tinggi. Permunian yang dicapai melalui teknik kromatografi afinitas ini sangat mengesankan dan sering melebihi hasil yang mungkin di peroleh dengan pemakaian sejumlah teknik klasik secara berturutan
Ligand yang di suka adalah substrat serta derivat koenzim atau zat perwarna organic yang bertindak sebagai nukleotida atau analog koenzim yang berikatan secara kovalen dengan sebuah penyangga inert (misal, NAD-Spandex, Blue Sepharose). Ligand ini secara khas berikatan dengan penyangga lewat molekul penghubung.Yang mempunyai panjang tiga hingga delapan atom karbon.
Pada kromatografi yang bersifat hidrofobik, hidrokarbon, alkil atau aril akan terikat ke penyangga seperti sephadex. Retensi protein pada penyangga ini melibatkan interaksi hidrofobik antara rantai alkil dan regio hidrofobik pada protein tersebut. Protein kemudian di masukan ke dalam larutan yang menggandung garam dengan konsentrasi tinggi (misal, [NH4]2SO4) dan dielusikan dengan garam yang sama yang memiliki gradien menurun.
Teknologi DNA Rekombinan Dapat Menjadi Sumber Enzim Yang Kaya
Banyak gen yang mengkodekan enzim telah diklon, ditentukan rangkaiannya, dan disisipkan ke dalam vector yang berasal dari plasmid atau faga tempat gen tersebut dapat di kontrol oleh suatu promoter yang kuat. Promoter tersebut dapat “mendorong”  produksi enzim rekombinan hingga mencapai taraf yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat pada sumber – sumber alam. Dengan menggunakan promoter yang diatur oleh zat penginduksi (inducer) kimia spesifik, ekspresi enzim rekombinan dapat diatur secara cermat. Umumnya vector ekspresi semacam ini disisipkan ke dalam mikroorganisme yang mudah tumbuh seperti Escherichia coli atau ragi untuk memproduksi enzim rekombinan.
Protein Fusi Rekombinan Dimurnikan dengan kromatograsi afinitas
Disamping menghasilkan sumber yang kaya akan enzim, yang sangat memfasilitasi pemurnian, teknologi DNA rekombinan dapat digunakan untuk menciptakan protein termodifikasi yang dapat dimurnikan dengan kromatografi afinitas. Cara yang umum dilakukan adalah dengan mengikatkan kepada gen, sejumlah rangkaian nukleutida yang k\mengkodekan ekstensi protein sehingga terbentuk protein fusi yang merupakan ligand yang baik bagi penyangga afinitas spesifik. Salah satu pendekatan yang popular adalah denngan mengikatkan rantai yang terdiri atas lima atau enam asam amino histidin atau sebagai alternatif lain, domain pengikat substrat untuk enzim glutation S-trasferase kepada gugus terminal amino atau karboksil enzim yang bersangkutan. Protein fusi rekombinan trsebut kemudian dapat dimurnikan pada kolom afinitas yang berisi ion logam bivalen terikat seperti Ni2+ (untuk fusi dengan polihistidin) atau glutation terikat (untuk protein fusi glutation S-trasferase) (Gambar 8-6).Protein fusi sering mengandung tapak (site) pembelahan untuk protease yang sangat spesifik seperti trombin, pada regio yang menghubungkan kedua bagian dari protein fusi tersebut. Hal ini memungkinkan pengeluaran domain fusi tambahan tersebut setelah pemurnian afinitas.









Enzim
 



 



GST yang mengkodekan plasmid                               DNA Hasil klon
      Dengan tapak trombin                                   yang mengkodekan enzim


 

                                                                        Ligasikan menjadi satu










 



                                                                        Lakukan tranfeksi sel, tambahkan zat
                                                                        Penginduksi, kemudian lakukan
pemecahan zat


 

                                                                        Alirkan kedalam kolom afinitas glutation
Oval: GST(GSH)







GST
 

 



lakukan alusi dengan GSH proses dengan trombin









 



Gambar : Penggunaan protein –fusi glutation S-tranferae (GST) untuk pemurnian enzim rekombinan

Elektroforesis Gel Poliakrilamida Dapat Mendeteksi Kontaminan
Penilaian homogeneitas protein paling baik dilakukan dengan elektroforesis  gel poliakrilamida (PAGE, polyacrylida gel electrophoresis) di bawah berbagai kondisi. Yang paling popular di antaranya adalah elektroforesis gel poliakrilamida atau PAGE dengan sodium dodesil sulfat (SDS), suatu detergen ion yang memisahkan protein multimerik menjadi protomer. Karena setiap ikatan peptida mengikat kurang lebih dua buah molekul SDS, polipeptida tersebut memiliki muatan negatif yang kuat. Dengan demikian, jarak yang ditempuh setiap polipeptida ketika bermigrasi kearah anoda bergantung pada massa molecular relatifnya (Mr). Sebagai alternatif lain, PAGE dapat dilaksanakan dalam kondisi asli yaitu, tanpa adanya SDS atau denaturan lain sehingga struktur kuaterner dan kerap kali pula aktivitas katalitik enzimnya dapat dipertahankan. Dalam PAGE dua dimensi (O’Farrell), dimensi pertama memisahkan protein yang terdenaturasi berdasarkan nilai pl-nya dengan melakukan ekuilibrasi protein tersebut di dalam medan listrik yang mengandung urea dan dengan gradien pH yang dipertahankan oleh amfolit terpolimerisasi. Setelah pemrosesan dengan SDS selesai, dimensi kedua kemudian memisahkan protein berdasarkan ukuran molecular unit protomernya.

2.6    ENZIM DAPAT DITEMUKAN DI DALAM ORGANEL SPESIFIK
Susunan spasial dan kompartementalisasi enzim, substrat, serta kofaktor di dalam sel mempunyai makna yang teramat penting. Sebagai contoh, di dalam sel-sel hati, enzim untuk glikolisis terdapat di dalam sitoplasma sedangkan enzim untuk siklus asam sitrat di dalam mitokondria. Distribusi enzim diantara berbagai organel subselular dapat dipelajari setelah dilakukan fraksionasi homogenat sel melalui sentrifugasi berkecepatan tinggi. Kandungan enzim pada setiap fraksi kemudian diperiksa.
Penentuan lokasi suatu enzim tertentu didalam sebuah sel atau jaringan pada keadaan yang relatif tetap acapkali dilakukan dengan prosedur histokimiawi (“histoenzimologi”). Sayatan tipis jaringan yang dibekukan (frozen section) dengan ketebalan 2 hingga 10mm diproses dengan substrat untuk suatu suatu enzim tertentu. Di mana terdapat enzim, di situ akan terbentuk produk dari reaksi yang dikatalisis enzim tersebut. Jika terwarna dan tidak larut, produk akan tetap berada di tempat pembentukannya dan mengungkap lokasi enzim. Histoenzimologi menghasilkan gambar grafik dan pola yang relatif  bersifat fisiologik mengenai distribusi enzim.

2.7    ISOZIM MERUPAKAN BENTUK YANG MEMPUNYAI PERBEDAAN FISIK TETAPI DENGAN AKTIVITAS KATALISIS YANG SAMA
Kalau teknik pemurnian enzim diaplikasikan, sebagai contoh kepada enzim malat dehidrogenase yang berasal dari sumber yang berbeda (misal, hati tikus dan escherichia coli), kita akan melihat dengan jelas bahwa sekalipun enzim malat dehidrogenae yang berasal dari hati tikus maupun E coli akan mengatalisis reaksi yang sama, sifat-sifat fisik dan kimiamereka memperlihatkan banyak perbedaan bemakna. Bnetuk – bentuk fisik berbeda dari aktivitas yang ama juga dapat ditemukan dalam berbagai jaringan organisme yang sama, dalam tipe-tipe sel yang berbeda, dalam kompartemen sunselular, atau dalam organisme prokaryotik seperti E coli. Temuan ini diperoleh sebagai hasil penerapan prosedur pemisahan elektroforentik pada pemisahan bentuk-bentuk aktivitas enzimatik tertentu yang berbeda secara elektroforetis.
Pemisahan dan Identifikasi Isoenzim memiliki Nilai Diagnostik
Isozim laktat dehidrogenase dalam serum dapat dilihat dengan melakukan elektroforesis terhadap sampel serum pada bahan penyangga pati, agar atau gel poliakrilamoda, yang biasanya dilakukan dengan PH 8,6. isozim tersebut mempunyai muatan yang belainan pada pH 8,6 ini dan bermigrasi menuju lima daerah yang berlainan pada elektoferogram. Isozim tersebut dideteksi berdasarkan kemampuan masing –masing isozim. Mengatalisis proses reaksi suatu zat pewarna yang tidak berwarna menjadi bentuk yang berwarna dan tidak larut.
Campuran Assay dehidrogenase tipikal mengandung NAD+ suatu substrat terteduksi , bentuk teroksidasi zat pewarna redoks seperti nitroblue tetrazolium (NBT), pembawa (carrier) electron intermediet yang diperlukan bagi pemindahan elektron dari NADH ke NBT, serta pendapat serta ion pengaktif jika dibutuhkan..

0 komentar:

Posting Komentar